Berkali-kali jatuh bangun membangun usaha membuat saya berpikir, apa yang salah dengan kami? Apakah pengelolaan kami yang kurang tepat, atau kah kurang modal untuk mengembangkan usaha?
Memang sih, mostly kami dihadapkan pada masalah kekurangan modal. Mau produksi dalam skala besar misalnya, pasti kendala utama ya modal.
Masalah modal juga bukan perkara mudah, terutama modal-modal bernilai besar. Masalah yang ada selama ini ya bagaimana mencari pinjaman umkm tanpa jaminan. Ini yang susah, karena lembaga permodalan rata-rata pasti meminta jaminan. Kalau ngga, gimana yang memberikan pinjaman bisa yakin. Biasanya jaminan yang diminta berupa benda berharga semacam properti (rumah, tanah, ruko, dsb) atau otomotif.
Perkara jaminan ini ga semua pelaku umkm memilikinya. Justru mereka butuh modal ya karena ga punya benda yang bisa dijual atau dijadikan jaminan. Apalagi jika pelaku umkm berusia muda, jarang yang sudah memiliki jaminan kan.
Untuk pinjaman bisa dilakukan jika ybs merupakan pegawai dan ada slip gaji yang bisa dijadikan jaminan. Lah kalau yang ga gajian dan ga punya benda berharga, apa yang bisa dilakukan? Mau minjam ke mana?
![]() |
Usaha UMKM @cianbakery |
AI, artificial intelligence, siapa yang tak kenal "makhluk" canggih ini. Makhluk bernama AI ini disambut gembira di satu sisi, tapi di sisi lain juga bikin ketar ketir karena kecanggihannya dikhawatirkan menyebabkan penyerapan tenaga kerja berkurang?
Padahal mah yang namanya kemajuan teknologi sih tetap perlu disambut baik ya, namanya dibuat untuk memudahkan.
Nah, pelaku umkm perlu berterima kasih loh sama AI ini. Karena berkat makhluk bernama AI ini, banyak sekali yang bisa memudahkan umkm dalam menjalankan dan mengembangkan bisnisnya. Misalnya membantu umkm dalam branding, membuat caption sosial media yang menarik untuk usaha, membuat tampilan sosial media yang menarik, dsb.
Dengan penggunaan AI yang tepat, pelaku umkm bisa mendapatkan credit score yang dibutuhkan dalam rangka mendapatkan bantuan permodalan untuk mengembangkan usahanya.
Baru-baru ini, Amartha, startup fintech, meluncurkan sebuah layanan credit scoring dengan memanfaatkan teknologi machine learning untuk mengukur profil risiko.
Waduh, apa pula itu profil risiko?
Profil risiko ini dibutuhkan para pemberi modal untuk menghitung-hitung risiko ketika memberikan modal sejumlah sekian-sekian. Apakah si peminjam memiliki risiko yang rendah, alias mampu bayar? Atau memiliki risiko tinggi, alias kemampuan bayarnya diragukan *ehhk.
Ascore.ai yang diluncurkan Amartha ini menggunakan teknologi artificial intelligence untuk menghasilkan:
Output nilai risiko
Penghitungan bunga pinjaman
Pengolahan data
Keputusan-keputusan yang berpengaruh pada bisnis (credit decisioning)
Amartha menggunakan lebih dari satu juta database mitra pengusaha ultra mikro untuk mengembangkan teknologi ini. Teknologi ini sebelumnya digunakan untuk mengukur risiko sebelum menyalurkan pinjaman ke kelompok underserved. Underserved?
Yess, ini masalah sebagian besar pelaku usaha kecil, kesulitan mendapatkan akses permodalan umkm.
Kelompok underserved merupakan sekelompok pelaku umkm yang selama ini sulit mendapatkan akses permodalan karena berbagai kendala, misalnya ga punya jaminan yang adekuat.
Ini seperti Ferdi yang baru aja merintis usaha bakery. Sejauh ini memang belum butuh modal, karena masih usaha kecil-kecilan, tapi kalau usahanya membesar dan butuh tambahan dana untuk membeli peralatan massif baking, tentu butuh suntikan modal kan?
Pelaku usaha dan institusi juga bisa memanfaatkan Ascore.ai dari Amartha untuk verifikasi risiko, credit underwriting, advance credit analysis dan pengecekan kredit nasabah.
Buat pengguna pribadi, bisa juga memanfaatkan teknologi yang diluncurkan Amartha untuk menghitung profil risiko dan simulasi skor kredit, sebelum mengajukan pinjaman ke inklusi keuangan.
Tidak ada komentar
Komentar anda merupakan apresiasi bagi tulisan saya. Terima kasih sudah berkunjung. Maaf jika komen saya moderasi untuk mencegah pemasangan link hidup dan spam.
Tertarik bekerja sama? Kirim email ke siswadi.maya@gmail.com