Remaja tuh biasanya lebih percaya info dari temennya ketimbang info dari sumber lain, bener ga buibuu?
Info dari temen lebih dipercaya, kalau udah temen yang berbicara, kayaknya udah paling bener. Pengaruh peer group di kalangan remaja itu memang cukup tinggi. Kalau dalam psikologi sosial ada istilah konformitas, nah tingkat konformitas remaja biasanya cukup tinggi, mereka cenderung konform/seragam/sama dengan kelompok/peer groupnya. Sedikit saja berbeda, mereka akan merasa ga nyaman, kurang percaya diri. Biasanya mereka remaja terlihat tidak jauh berbeda dari teman-teman sebaya atau kelompoknya.
Salah satu cara mudah mengubah mindset remaja ya dengan mengedukasi remaja itu sendiri. Jadi, jika ingin mengedukasi remaja soal gizi ya langsung ke remajanya. Karena jika remaja punya cukup ilmu, mereka akan menularkan ke teman-temannya. Pengaruh teman sebaya cukup kuat. Itu sebabnya, remaja bisa dijadikan agent of changes.
Tak heran jika Edukasi Gizi pada Selasa, 24 Januari 2023 lalu diselenggarakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Maleo bersama Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) DPC Tangerang Selatan dan Komunitas Generasi Literate.
![]() |
Edukasi Gizi di PKBM Maleo |
Edukasi Gizi Di PKBM Maleo
Kegiatan yang diikuti oleh seluruh siswa PKBM Maleo yang berada di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang sebagian besar merupakan siswa dari keluarga prasejahtera di sekitar Tangerang Selatan.
Tangerang selatan masih dihadapkan pada ancaman gizi buruk. Tak hanya resiko gizi buruk dan stunting pada anak-anak, namun remaja dan dewasa pun rentan mengalami kekurangan gizi. Salah satu penyebabnya, edukasi dan kesadaran masyarakat akan asupan makanan bergizi masih sangat minim.
Ketua Persagi DPC Tangerang Selatan, Bu Ari Retno, yang hadir sebagai narasumber menyampaikan hal-hal mendasar mengenai gizi keluarga yang harus dipahami oleh masyarakat.
“Saat ini masyarakat di wilayah Tangerang Selatan perlu di edukasi secara terus-menerus. Kita bekerjasama dengan berbagai sektor, seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Puskesmas, hingga Posyandu untuk memberikan edukasi dan penyuluhan terkait gizi."
Bu Ari mengakui tingkat kesadaran masyarakat sangat rendah. Masyarakat terlihat tidak peduli terhadap makanan dan minuman yang dikonsumsi keluarga. Salah satunya pemberian kental manis yang lebih ekonomis dari segi harga, sebagai pengganti susu anak.
“Kita perlu menginformasikan ke masyarakat bahwa susu kental manis itu lebih banyak gula, kandungannya mencapai 50 persen,” jelas Bu Ari.
Memang masalah gizi yang satu ini masih jadi concern utama, banyak masyarakat yang bertahun-tahun cuma tahu kental manis itu susu. Padahal justru sangat rendah kandungan susunya, lebih tepat disebut gula beraroma susu 😂.
Mindset yang salah ini yang jadi sumber malapetaka. Anak-anak diberi konsumsi kental manis sejak kecil karena berpikir itu "susu", padahal sebenarnya gula beraroma susu 😂. Ga heran jika anak-anak terbiasa konsumsi makanan atau minuman manis. Bahkan ada klien Bu Ari yang menderita diabetes dan suntik insulin sejak usia 10 tahun!
Serem ya ðŸ˜
Games Simulasi Gizi
Menyasar edukasi remaja dan materi gizi yang sebenarnya cukup berat, harus dibuat ringan dan mudah bagi remaja. So, siang itu pun acara dibuat meriah dengan adanya games simulasi gizi yang diarrange oleh kakak-kakak panitia dari Gen Literate.
Setelah edukasi gizi dari Bu Ari tentang panduan gizi terkini, Isi Piringku, terdiri dari karbohidrat 1/3, 1/3 protein, dan sisanya 2/3 adalah buah dan sayur.
Anak-anak kemudian dibagi dalam 10 kelompok. Masing-masing wajib memilih isi piringku sesuai panduan yang sudah disampaikan berdasar bahan-bahan yang disediakan.
Perwakilan kelompok lalu mempresentasikan isi piringnya, sesuai panduan gizi yang sudah disampaikan. Pemenangnya tentu saja yang pilihan isi piringnya paling mendekati panduan isi piringku plus yang presentasinya paling menarik dan tepat.
Namanya anak-anak, ga semua punya pengetahuan gizi cukup. Dari games ini jadi bisa ketahuan seberapa jauh pengetahuan gizi yang mereka miliki ðŸ˜.
Nuke Patrianegara, pegiat literasi dari komunitas Generasi Literate pada kesempatan itu menyayangkan betapa rendah dan tidak meratanya literasi masyarakat, terutama mengenai gizi.
“Masih belum menjadi kebiasaan di masyarakat kita untuk memperhatikan kandungan gizi suatu produk sebelum mengkonsumsinya. Masyarakat masih lebih mudah termakan pesan-pesan yang beredar melalui sosial media ataupun iklan. Jadi tidak heran bila hingga saat ini masih banyak balita mengkonsumsi kental manis sebagai minuman susu. Karena pengaruh diiklankan sebagai minuman susu selama puluhan tahun telah mempengaruhi persepsi orang tuanya. Karena itu edukasi dan literasi gizi harus terus digencarkan, dengan menyasar seluruh lapisan masyarakat,” pungkas Nuke.
Lebih lanjut, Nuke mengajak siswa PKBM Maleo untuk turut serta menjadi agent of changes dalam peningkatan gizi keluarga.
“siswa-siswi dari PKBM Maleo ini termasuk kelompok Gen Z, dimana mereka sangat dekat dengan informasi dan digitalisasi. Kelompok ini jika tidak dibekali dengan pemahaman gizi yang cukup, akan rentan terhadap informasi yang salah, dan juga menjadi sasaran komodifikasi makanan minuman yang tidak baik bagi tubuh mereka. Sebagai contoh, minuman teh kekinian dengan toping kental manis yang berlebih ini dapat mengundang penyakit-penyakit lainnya.” Pungkas Nuke.
Nah agar acara makin menarik, siswa siswi PKBM Maleo ini pun diajarkan cara bermedia sosial yang baik, membagikan hal-hal positif. Siang itu, setelah mempresentasikan isi piringku, mereka juga diminta untuk mengunggah isi piringku kelompok masing-masing ke media sosial ketua kelompoknya.
Mereka juga sekaligus belajar cara membuat caption yang menarik dan menginspirasi, menggunakan hastag, mention, dan mengambil angle foto yang menarik untuk dibagikan.
PKBM Maleo
PKBM Maleo menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat, dengan beasiswa penuh bagi masyarakat pra sejahtera. Saat ini, sekolah tersebut menampung 126 siswa jenjang SMP dan SMA dari keluarga prasejahtera di wilayah sekitar. Meski tidak ada biaya yang dikenakan terhadap siswa, PKBM Maleo menyediakan makan siang bagi seluruh siswa. Hal itu dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi siswa.
Kepala sekolah PKBM Maleo, Astrid Daulay, menjelaskan kondisi gizi kurang baik para siswa dikarenakan masalah sosial serta ekonomi dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi.
“Rata-rata mereka tidak sarapan sebelum berangkat ke sekolah, kebiasaan yang buruk kemudian kebiasaan jajan yang tidak sehat seperti es sasetan yang harganya 1.000-2000 rupiah dan makanan yang menggunakan bumbu-bumbu penuh dengan penyedap rasa. Siswa jadi sering sakit perut dan kepala, tak jarang juga sering pingsan pada pelaksanaan upacara, atau kegiatan rutinnya,” ujar Astrid.
Siswa PKBM Maleo berasal dari keluarga prasejahtera, dimana saat di rumah, asupan yang didapat kurang. Karena itu, pihak sekolah mengupayakan asupan gizi mereka yang cukup.
“Dengan adanya edukasi gizi, pelan-pelan kita bangun kesadaran gizinya, dan semoga mereka dapat menerapkan di lingkungan keluarganya,” pungkas Astrid.
Ia pun berharap agar kedepannya lebih banyak lagi komunitas maupun pihak manapun yang dapat membantu masyarakat prasejahtera agar paham menjaga kesehatan untuk masa depan generasi bangsa yang lebih baik.
Semoga ya, dengan edukasi semacam ini, Remaja Gen Z bisa menjadi agent of changes dalam peningkatan literasi gizi.
Menarik juga pembahasannya, mengingat gen Z yang kecanduan media sosial mulai tidak memperhatikan kesehatan dan memiliki banyak kebiasaan buruk. Pas banget ini untuk fenomena sekarang, terima kasih informasinya!
BalasHapusMenurut bunda Gen.Z ini terlalu asyik dengan berbagai tantangan GAMES yg bervariasi dan sangat memikat hati
BalasHapusmereka sehingga kecil sekali kemungkinan mereka mengklik berita2 tentang kesehatan termasuk segala sesuatu yg menyangkut Gizi. Pola tidur mereka pun bisa berubah malam jd dan siang jadi malam.