
Memang ini bukan foto pernikahan, tapi moment terindah yang pernah kami lalui, yang selalu ingin kami kenang.
Masa-masa baru menjalani rumah tangga, masa-masa membangun kekuatan menjalani biduk rumah tangga *ecieee.
Dua Pribadi Yang Berbeda
Tapi mungkin begitu lah cara Allah mengatur kami. Andai saya sebawel suami, kami mungkin bisa jadi dua orang yang akan selalu berantem dan ga pernah mau mendengar satu sama lain, saling berebut ingin didengar. Sebaliknya, andai kami adalah dua orang yang sama-sama pendiam, mungkin keluarga kami macam keluarga patung dan saya akan selalu mati gaya ga tahu harus bicara apa 🤣🤣😂😂.
Mungkin ini juga lah yang menjadi daya tarik kami satu sama lain.
Saya selalu mati gaya kalau ketemu temen atau orang yang pendiam, setengah mati saya berusaha agar suasana cair dan hangat, dan itu bikin capek. Setengah jam saja bersama orang pendiam rasanya seperti bertahun-tahun tersiksa, harus terus menerus berpikir mau bicara apa yang enak, apa yang musti ditanya supaya ga dijawab iya dan tidak 🤣. Saya lebih suka menikmati suasana, mengobservasi sekeliling, dan berbicara atau menganalisa di dalam hati.
Sebaliknya suami akan bete kalau ketemu orang yang berebut perhatian dengannya 😂😂, sama-sama doyan cerita dan pamer ini itu tanpa mau mendengar atau memberi kesempatan cerita. So, begitu lah jalan cerita Allah mengatur kami yang berbeda ini. Saling melengkapi?
Suami adalah tipe orang yang emosional, mudah terpancing amarahnya, moodyan, dan sensitif. Sebaliknya saya dianggap ga peka, kurang sensitif, cenderung lempeng 😂😂.
Suami adalah tipe orang yang emosional, mudah terpancing amarahnya, moodyan, dan sensitif. Sebaliknya saya dianggap ga peka, kurang sensitif, cenderung lempeng 😂😂.
Ini pula yang membuat kami seimbang. Punya suami yang gampang kesenggol bacok, harus pandai-pandai "mengelus-elusnya", prinsipnya jangan membangunkan macan tidur, jangan sampai ia mengeluarkan taringnya 🤣🤣. Saat suami sedang marah atau emosional, tugas saya untuk meredam dan meredakannya, menurunkan ketegangan, membuatnya jauh lebih adem.
Masih banyak daftar perbedaan kami lainnya. Kalau dirinciin satu-satu, bisa berjilid-jilid nih ceritanya. Toh kami bersama bukan untuk menonjolkan perbedaan, tapi bekerjasama membangun rumahtangga menuju suatu tujuan *eaaa.
Mudah kah perjalanan 19 tahun ini? Tak pernah ada yang mudah. Segala cobaan dan rintangan pernah kami lalui. Sukses, bangkrut, bertengkar, ribut, diem-dieman, bisnis bersama, bangkit bersama, dsb. Sungguh penuh liku.
Baca : Peran Istri Saat Suami Tak Berpenghasilan
Kami sampai pada perjalanan rumah tangga yang tak lagi macam cerita-cerita drama romantis. Ungkapan-ungkapan cinta, bunga, coklat, dsb bukan lagi patokan keromantisan.
Romantis versi kami berubah bentuk ketika muncul rasa kehilangan satu sama lain.
Romantis versi kami berubah jadi chit chat di pagi atau sore hari, sembari menikmati secangkir kopi dan sepiring gorengan.
Romantis versi kami berubah menjadi momen masak bersama, nyuci bersama, mencari sarapan bersama.
Romantis versi saya berubah, ketika suami berbaik hati membuatkan saya semangkuk mie, memasak untuk anak-anak, mencucikan piring, atau sekedar mengangkat jemuran.
Romantis versi saya berubah, saat suami hanya mau makan masakan istrinya yang sederhana, makanan lain versi yang sama oleh orang lain pun tak laku. Atau kala anak-anak cuma mau masakan bundanya, padahal bundanya ini bukan orang yang pintar dan rajin memasak aneka makanan.
Saat-saat kesal atau marah, momen-momen kecil ini satu per satu saya angkat dan recall kembali, agar hati dan emosi tak menguasai. Sangat mudah menyebutkan 10 keburukan, tapi kita juga sering lupa menuliskan daftar kebaikan-kebaikan kecil yang sudah dilakukan.
Ingat-ingat lah ini selalu, karena daftar kebaikan ini lah yang InsyaAllah bisa mengembalikan semua kekesalan dan gundah di hati menjadi rasa cinta dan sayang *eaaaa *preeeet.
Mungkin kami tak lagi merasakan getar-getar cinta macam orang baru jatuh cinta, tapi, kebersamaan selama 19 tahun ini sungguh membuat kami jadi saling bergantung satu sama lain. Rasanya seperti ada yang kurang ketika kami sendiri.
Yang jelas, 19 tahun pernikahan means 19 tahun masa pembelajaran yang masih akan terus berlangsung, masa penyesuaian yang masih akan terus berjalan, masa kesetimbangan yang masih terus berlanjut.
19 tahun menjadi masa bagi kami untuk terus belajar menyeimbangkan ego masing-masing. Belajar untuk tidak menjadi egois satu sama lain. Belajar untuk selalu mempertimbangkan anak, orangtua, keluarga, dan semua yang terlibat di sekitar kami.
Pernikahan sejatinya adalah pelajaran kehidupan yang teramat panjang. Pelajaran nyata yang tak pernah ada habisnya. Belajar mengkomunikasikan gagasan, belajar mengkomunikasikan pikiran, bahkan belajar menegosiasikan tujuan. Goal besarnya ya keluarga.
Masih banyak daftar perbedaan kami lainnya. Kalau dirinciin satu-satu, bisa berjilid-jilid nih ceritanya. Toh kami bersama bukan untuk menonjolkan perbedaan, tapi bekerjasama membangun rumahtangga menuju suatu tujuan *eaaa.
Sampai pada 19 tahun pernikahan
Baca : Peran Istri Saat Suami Tak Berpenghasilan
Kami sampai pada perjalanan rumah tangga yang tak lagi macam cerita-cerita drama romantis. Ungkapan-ungkapan cinta, bunga, coklat, dsb bukan lagi patokan keromantisan.
Romantis versi kami berubah bentuk ketika muncul rasa kehilangan satu sama lain.
Romantis versi kami berubah jadi chit chat di pagi atau sore hari, sembari menikmati secangkir kopi dan sepiring gorengan.
Romantis versi kami berubah menjadi momen masak bersama, nyuci bersama, mencari sarapan bersama.
Romantis versi saya berubah, ketika suami berbaik hati membuatkan saya semangkuk mie, memasak untuk anak-anak, mencucikan piring, atau sekedar mengangkat jemuran.
Romantis versi saya berubah, saat suami hanya mau makan masakan istrinya yang sederhana, makanan lain versi yang sama oleh orang lain pun tak laku. Atau kala anak-anak cuma mau masakan bundanya, padahal bundanya ini bukan orang yang pintar dan rajin memasak aneka makanan.
Menulis Daftar Kebaikan
Ingat-ingat lah ini selalu, karena daftar kebaikan ini lah yang InsyaAllah bisa mengembalikan semua kekesalan dan gundah di hati menjadi rasa cinta dan sayang *eaaaa *preeeet.
Mungkin kami tak lagi merasakan getar-getar cinta macam orang baru jatuh cinta, tapi, kebersamaan selama 19 tahun ini sungguh membuat kami jadi saling bergantung satu sama lain. Rasanya seperti ada yang kurang ketika kami sendiri.
Apakah ini cinta?
Yang jelas, 19 tahun pernikahan means 19 tahun masa pembelajaran yang masih akan terus berlangsung, masa penyesuaian yang masih akan terus berjalan, masa kesetimbangan yang masih terus berlanjut.
19 tahun menjadi masa bagi kami untuk terus belajar menyeimbangkan ego masing-masing. Belajar untuk tidak menjadi egois satu sama lain. Belajar untuk selalu mempertimbangkan anak, orangtua, keluarga, dan semua yang terlibat di sekitar kami.
Pernikahan sejatinya adalah pelajaran kehidupan yang teramat panjang. Pelajaran nyata yang tak pernah ada habisnya. Belajar mengkomunikasikan gagasan, belajar mengkomunikasikan pikiran, bahkan belajar menegosiasikan tujuan. Goal besarnya ya keluarga.
Ketika bertengkar, ribut, atau berselisih paham, harus melihat diri kami, tapi berusaha memandang lebih jauh lagi, anak-anak, keluarga. Karena sejatinya cinta ini memang untuk keluarga.
19 tahun pernikahan, perjalanan masih panjang, semoga kami terus dikuatkan menjalaninya.
21 Januari 2020
19 tahun pernikahan, perjalanan masih panjang, semoga kami terus dikuatkan menjalaninya.
21 Januari 2020
Tidak ada komentar
Komentar anda merupakan apresiasi bagi tulisan saya. Terima kasih sudah berkunjung. Maaf jika komen saya moderasi untuk mencegah pemasangan link hidup dan spam.
Tertarik bekerja sama? Kirim email ke siswadi.maya@gmail.com