Hari Kamis lalu saya jalan-jalan ke Serang. Sesekali keluar dari zona nyaman jalan agak jauhan. Hahahah. Kebetulan ada diskusi media tentang Membangun Indonesia dengan tenaga kerja berkualitas. Acara yang diadakan di pendopo Gubernur Banten ini dihadiri oleh menristekdikti, dirjen dikdasmen, ditjen bina konstruksi PUPR, hingga Gubernur Banten.
Beberapa tahun terakhir, perekonomian Banten menunjukkan perkembangan yang cukup bagus, selalu di atas rata-rata. Pada semester I tahun 2018 saja, ekonomi Banten meningkat hingga 5,75%. Lebih tinggi dari rata-rata nasional yang mencapai 5,17%.
Daerah Banten juga menjadi daerah utama tujuan investasi di Indonesia. Pada tahun 2017, penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Banten berada di urutan kelima dengan nilai investasi mencapai Rp 5,1 trilyun. Penanaman modal asing (PMA) juga tak kalah kece, Banten ada di urutan ketiga dengan nilai investasi hingga 3,0 miliar US$.
Sayangnya, hal ini tidak diikuti dengan rendahnya angka pengangguran. Banten justru tercatat sebagai provinsi dengan angka pengangguran tertinggi. Aneh kan?
Yang lebih ajaib lagi, lulusan yang banyak menganggur justru lulusan SMK. Lulusan sekolah yang mustinya sudah siap kerja.
Apa pasal? Kenapa kog malah lulusan SMK yang lebih banyak menganggur?
Pak Mohamad Nasir, Kemenristek dikti, menyebutkan, ada beberapa hal yang menjadi penyebab hal ini terjadi.
1. Ilmu yang diajarkan di SMK kini sudah banyak yang tidak relevan lagi dengan kebutuhan industri di masa kini
Untuk itu pak menteri kini sedang berupaya untuk melakukan beberapa perubahan. Jika dulu dikti mewajibkan dosen minimal S2. Kini, beberapa dosen juga bisa dari kalangan praktisi, orang-orang yang berkompeten, mampu, punya skill dan bersertifikat.
2. Banyak SMK yang hanya asal-asalan saja menerima siswa, asal-asalan membuat jurusan dan kurikulum tidak disesuaikan dengan kebutuhan industri
3. Jumlah tenaga yang dibutuhkan, tak sebanding dengan jumlah siswa SMK. Ibarat butuhnya cuma 1000, tenaga yang tersedia 5000. Ga sebanding kan?
Tak berbeda jauh dengan pak Menteri, Dirjen Dikdasmen (pendidikan dasar dan menengah) Kemendikbud, pak Hamid Muhammad menyebutkan bahwa banyaknya lulusan SMK memang tak sebanding dengan kebutuhan tenaga kerja. Belum lagi banyak guru-guru SMK yang ternyata tak mempunyai skill yang memadai, alat-alat dan fasilitas yang kurang, dsb. Untuk itu dikdasmen sedang melakukan pembenahan dengan melakukan revitalisasi SMK
Sebaliknya, Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Bu Dewi Chomistriana menyebutkan, bahwa jajarannya saat ini justru sedang kekurangan banyak tenaga ahli konstruksi. Mereka justru sedang membutuhkan banyak tenaga di bidang konstruksi. Maklum di masa pemerintahan presiden Jokowi ini pemerintah memang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di sana sini. Berbagai proyek terus berjalan dan butuh percepatan dan tenaga ahli yang kompeten. Sayangnya, tenaga ahli yang dibutuhkan ini masih sangat kurang.
Untuk menggenjot dan memenuhi kebutuhan ini tenaga di bidang konstruksi ini, ditjen bina konstruksi sampai melakukan berbagai upaya pelatihan dan melakukan upaya jemput bola. Beberapa lulusan dilatih dan menjadi pekerja magang sambil mereka dilatih untuk menjadi tenaga ahli.
Hal ini tentu jadi fenomena yang menarik. Di satu sisi katanya banyak lulusan SMA yang menganggur tapi di sisi lain ternyata sedang membutuhkan banyak tenaga kerja. Berarti ada kesenjangan kan?
Acara diskusi media "Membangun Indonesia dengan Tenaga Kerja Berkualitas" yang difasilitasi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) ini menjadi makin menarik dengan hadirnya Gubernur Banten, Pak Wahidin Halim. Pak Gubernur memang mengakui terjadinya kesenjangan ini. Untuk itu sedang dilakukan pembenahan dalam melakukan perubahan kurikulum SMK, agar bisa menyesuaikan dengan kebutuhan industri terkini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
mbaeee.... aku yg org Serang malah gak tau ada acara ini hehehe... dpt undangan ya mba?
BalasHapusyesss mba, dirimu di Serang kah? Kemarenan kita nyariin blogger Serang, tapi susah euyyy. Join grup Blogger Tangsel Plus deh mba di fb, nanti bisa diinfo2
Hapus