Dasarnya modal awal saya kecil, dengan keuntungan yang ga terlalu besar, membuat saya kesulitan untuk mengembangkan bisnis. Terhambat memproduksi model-model baru yang ditunggu-tunggu customer. Sementara menjual model lama dengan banting harga juga tak menjanjikan banyak perputaran. Lama-lama, stok barang menumpuk dan modal untuk mengembangkan usaha semakin menipis. Akhirnya, sekitar tahun 2013, dengan berat hati saya melepas bisnis yang sebenarnya cukup menjanjikan itu. Terbentur modal.
Kenapa tidak meminjam uang ke bank saja? Hm, pada saat itu tak mudah melakukan peminjaman ke bank. Apa jaminannya? Ada banyak syarat yang tak mudah diikuti.
Andai, dulu sudah ada Finance Technology (Fintech) macam sekarang, saya mungkin tak akan pusing seperti dulu.
Fintech Blogger Gathering
Saat mengikuti acara blogger gathering bersama beberapa lembaga Finance Technology di Intro Jazz Cafe BSD, pada 23 November 2018 lalu, saya jadi punya wawasan baru tentang Fintech, sebuah istilah yang sedang naik daun belakangan ini.Menurut Pak Sunu Widyatmoko, wakil ketua AFPI dan CEO Dompet Kilat, masalah utama dalam pengembangan Fintech ada pada literasi keuangan. Bagaimana masyarakat mampu membedakan mana fintech yang legal, dan mana yang non legal. Kemudian juga pada cara masyarakat mengelola keuangan, ini masih jadi peer.
Cara mudah membedakannya ya tentu saja dengan mengeceknya di OJK, Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga Fintech resmi, terdaftar di website OJK, silahkan dicek ya guys, sebelum melakukan transaksi. Ada 73 lembaga Fintech resmi yang terdaftar di OJK. Banyak juga ya. Dengan terdaftar di OJK, lembaga keuangan Fintech akan diawasi secara ketat. So, kita bisa merasa aman.
Fintech merupakan lembaga keuangan digital, non bank, berbasis peer to peer landing, yang bisa menjadi solusi keuangan manakala seseorang membutuhkannya.
Peer to Peer Landing
Apa yang dimaksud dengan peer to peer landing? Peer to peer landing merupakan peminjaman dari orang ke orang. Pada dasarnya, lembaga Fintech ini semacam biro jodoh. Mempertemukan investor yang menjadi pemilik investasi yang akan mengucurkan dana, dengan peminjam, yang membutuhkan dana.
Ibaratnya gini, ada yang butuh dana nih, nah si lembaga fintech ini lah yang akan mencarikan investor untuk kebutuhan si peminjam.
Berbeda dengan meminjam dana ke bank atau membuat kartu kredit yang biasanya memerlukan banyak dokumen dan syarat-syarat yang agak sulit menjangkau masyarakat yang belum tersentuh kegiatan perbankan atau lembaga keuangan resmi. Misalnya, pelaku UMKM yang tak punya syarat-syarat semacam ijin usaha, akte perusahaan, dsb. Jika diminta slip gaji juga ga mungkin, lha usaha, mana ada gaji.
Lembaga-lembaga fintech menawarkan bantuan keuangan yang pengajuannya bisa dilakukan via online tanpa urusan surat menyurat yang ribet. Tak perlu melampirkan slip gaji. Proses approvalnya juga biasanya cukup cepat, tak perlu berhari-hari atau berminggu-minggu.
Ibaratnya gini, ada yang butuh dana nih, nah si lembaga fintech ini lah yang akan mencarikan investor untuk kebutuhan si peminjam.
Solusi, Bukan Masalah
Berbeda dengan meminjam dana ke bank atau membuat kartu kredit yang biasanya memerlukan banyak dokumen dan syarat-syarat yang agak sulit menjangkau masyarakat yang belum tersentuh kegiatan perbankan atau lembaga keuangan resmi. Misalnya, pelaku UMKM yang tak punya syarat-syarat semacam ijin usaha, akte perusahaan, dsb. Jika diminta slip gaji juga ga mungkin, lha usaha, mana ada gaji.
Lembaga-lembaga fintech menawarkan bantuan keuangan yang pengajuannya bisa dilakukan via online tanpa urusan surat menyurat yang ribet. Tak perlu melampirkan slip gaji. Proses approvalnya juga biasanya cukup cepat, tak perlu berhari-hari atau berminggu-minggu.
Hadirnya Fintech, bisa dikatakan angin segar, solusi bagi masalah keuangan. Bagi pelaku usaha, bahkan pekerja kreatif, beberapa lembaga fintech yang ada bisa jadi solusi manakala dihadapkan pada kesulitan permodalan. Misalnya nih, pemenang tender sebuah proyek pengerjaan sesuatu. Yang bersangkutan mendapat mandat untuk mengerjakan, tapi, untuk bisa mengerjakan, pastinya butuh modal dulu kan? Nah, lembaga fintech bisa menjadi solusi untuk hal ini.
Aktivaku, salah satu lembaga fintech yang hadir pada hari itu, menjadi menarik perhatian saya karena jadi satu-satunya lembaga Fintech yang mewajibkan para peminjam untuk menyertakan agunan. Bukan kenapa-kenapa, jumlah pinjaman yang dapat diberikan oleh Aktivaku juga memang cukup besar. Sebagai fintech yang bisa memberikan pinjaman untuk pembiayaan Project financing, dana yang bisa disalurkan mencapai 2M. Besar banget kan? Wajar dong kalau minta agunan.
Aktivaku, salah satu lembaga fintech yang hadir pada hari itu, menjadi menarik perhatian saya karena jadi satu-satunya lembaga Fintech yang mewajibkan para peminjam untuk menyertakan agunan. Bukan kenapa-kenapa, jumlah pinjaman yang dapat diberikan oleh Aktivaku juga memang cukup besar. Sebagai fintech yang bisa memberikan pinjaman untuk pembiayaan Project financing, dana yang bisa disalurkan mencapai 2M. Besar banget kan? Wajar dong kalau minta agunan.
Ada beberapa fintech yang mendapat kesempatan hadir pada hari itu. Mulai Cashwagon, Ruphiah, kreditcepat, aktivaku, taralite, uangme, kreditpro, pinduit, Danain, hingga Cashcepat.
Masing-masing punya keunikan dan ciri khas masing-masing.
Kreditpro yang pro pada pembiayaan UMKM atau usaha rakyat. Pinduit yang fokus pada pembiayaan dana pendidikan seperti pembayaran uang pangkal, uang kuliah, dsb. Ada juga Taralite yang memberikan pinjaman dana kepada UMKM yang tergabung dalam ecommerce semacam Tokopedia atau Bukalapak.
Dari pembahasan beberapa narasumber yang hadir, ada 1 catatan yang saya ingat banget yang menjadi poin penting dalam penentuan kredit di Fintech, credit score.
Credit Score
Semua lembaga fintech, akan melakukan kurasi, melakukan penentuan credit score yang berbeda pada tiap orang yang akan melakukan pinjaman. Tinggi rendahnya nilai credit score yang didapat oleh calon peminjam, akan menentukan besar kecilnya suku bunga yang akan didapat oleh yang bersangkutan.
Seseorang bisa saja diberikan suku bunga rendah. jika nilai credit scorenya baik, dinilai punya riwayat keuangan bagus, mampu membayar, atau bahkan punya track credit mulus, alias tak punya catatan kredit yang buruk. Bagaimana mereka bisa tahu? Melalui rekam jejak digital.
Untuk melakukan kurasi, lembaga fintech akan melakukan penelusuran digital terhadap seseorang. Pada jaman sekarang, hal ini mudah saja dilakukan, secara hampir semua orang sekarang ini punya handphone dan terkoneksi dengan digital.
Segala catatan digital ini akan terdata dan bisa dilacak, ini yang menentukan credit score seseorang. Besar kecilnya credit score menentukan besar kecilnya suku bungan yang akan dikenakan.
Mau coba-coba curang atau ngemplang kredit dan ga bayar? Hadeuh, jangan cari penyakit deh! Ingat-ingat bahwa dunia digital itu sebenarnya sempit. Mau kemana pun kamu kabur, akan bisa terlacak!
Bisa selamanya kamu punya record credit buruk! Sekali kamu punya "cacat" kredit, alias bad credit, kamu bakal susah guys. Bisa selamanya sulit mendapatkan pinjaman!
Di Amerika sana, para homeless alias gelandangan itu bukan lah orang yang malas bekerja atau pengangguran. Mereka biasanya orang-orang yang punya catatan buruk dalam hal kredit yang membuat mereka kesulitan mendapat pinjaman, dan sulit mencari kerja. Hanya sedikit perusahaan yang mau mempekerjakan karyawan yang punya record buruk.
Maklum lah, negara sekelas Amerika telah terhubung secara digital, semua saling terkoneksi! Mau pindah ke negara bagian mana pun tetap saja akan kesulitan, tak heran jika sampai jadi homeless *cmiiw
Mungkin di Indonesia belum sampai sejauh itu ya dampaknya, tapi jika kalian mau coba-coba ngemplang, siap-siap saja punya catatan kredit buruk, dan sulit mendapatkan pinjaman. Jika pun ada yang berani mengambil resiko memberikan pinjaman, mereka akan memberikan bunga tinggi guys. Serem kan?
Fintech hadir sebagai solusi, hendaknya bijak dalam melakukan pengelolaan keuangan. Sama seperti membayar kartu kredit. Jika membayar sebelum jatuh tempo, jatuhnya cuma pinjam tanpa bunga. Aman. Tapi, begitu telat bayar, bunga yang akan dikenakan menjadi tinggi. So, disiplin membayar itu penting.
Fintech semacam Cashwagon bahkan memberi kesempatan untuk pinjam "gratis" selama 10 hari. Jika dalam jangka waktu itu bisa melunasi pinjaman, tak ada bunga yang akan dikenakan. Jika telat bayar, baru deh kena "sangsi".
So, bicara keuangan, kembali lagi pada kepintaran kita mengelolanya, setuju?

Seseorang bisa saja diberikan suku bunga rendah. jika nilai credit scorenya baik, dinilai punya riwayat keuangan bagus, mampu membayar, atau bahkan punya track credit mulus, alias tak punya catatan kredit yang buruk. Bagaimana mereka bisa tahu? Melalui rekam jejak digital.
Untuk melakukan kurasi, lembaga fintech akan melakukan penelusuran digital terhadap seseorang. Pada jaman sekarang, hal ini mudah saja dilakukan, secara hampir semua orang sekarang ini punya handphone dan terkoneksi dengan digital.
Segala catatan digital ini akan terdata dan bisa dilacak, ini yang menentukan credit score seseorang. Besar kecilnya credit score menentukan besar kecilnya suku bungan yang akan dikenakan.
Bad Credit?
Mau coba-coba curang atau ngemplang kredit dan ga bayar? Hadeuh, jangan cari penyakit deh! Ingat-ingat bahwa dunia digital itu sebenarnya sempit. Mau kemana pun kamu kabur, akan bisa terlacak!
Bisa selamanya kamu punya record credit buruk! Sekali kamu punya "cacat" kredit, alias bad credit, kamu bakal susah guys. Bisa selamanya sulit mendapatkan pinjaman!
Di Amerika sana, para homeless alias gelandangan itu bukan lah orang yang malas bekerja atau pengangguran. Mereka biasanya orang-orang yang punya catatan buruk dalam hal kredit yang membuat mereka kesulitan mendapat pinjaman, dan sulit mencari kerja. Hanya sedikit perusahaan yang mau mempekerjakan karyawan yang punya record buruk.
Maklum lah, negara sekelas Amerika telah terhubung secara digital, semua saling terkoneksi! Mau pindah ke negara bagian mana pun tetap saja akan kesulitan, tak heran jika sampai jadi homeless *cmiiw
Mungkin di Indonesia belum sampai sejauh itu ya dampaknya, tapi jika kalian mau coba-coba ngemplang, siap-siap saja punya catatan kredit buruk, dan sulit mendapatkan pinjaman. Jika pun ada yang berani mengambil resiko memberikan pinjaman, mereka akan memberikan bunga tinggi guys. Serem kan?
Bijak Dalam Mengelola Keuangan
Fintech hadir sebagai solusi, hendaknya bijak dalam melakukan pengelolaan keuangan. Sama seperti membayar kartu kredit. Jika membayar sebelum jatuh tempo, jatuhnya cuma pinjam tanpa bunga. Aman. Tapi, begitu telat bayar, bunga yang akan dikenakan menjadi tinggi. So, disiplin membayar itu penting.
Fintech semacam Cashwagon bahkan memberi kesempatan untuk pinjam "gratis" selama 10 hari. Jika dalam jangka waktu itu bisa melunasi pinjaman, tak ada bunga yang akan dikenakan. Jika telat bayar, baru deh kena "sangsi".
So, bicara keuangan, kembali lagi pada kepintaran kita mengelolanya, setuju?

Tidak ada komentar
Komentar anda merupakan apresiasi bagi tulisan saya. Terima kasih sudah berkunjung. Maaf jika komen saya moderasi untuk mencegah pemasangan link hidup dan spam.
Tertarik bekerja sama? Kirim email ke siswadi.maya@gmail.com