Hari itu saya sebenarnya ikut seminar tentang Thalassemia, salah satu penyakit akibat kelainan darah yang dapat menyebabkan penderitanya perlu transfusi darah rutin.
Tapi saat hadir di aula Siwabessy, gedung Prof. Dr. Suyudi Kantor Kementerian Kesehatan itu ternyata juga dipaparkan materi tentang kanker Paru-paru. Lantas saya jadi tertarik untuk membahas dan mengupas masalah kanker paru.
Saya ingat banget, dulu, almarhum papi mertua, papi dari mas suami, menderita kanker paru. Saya tak ingat persisnya sejak kapan beliau menderita penyakit ini. Yang pasti, saat saya berkenalan dengan suami, sekitar 20 tahun lalu, almarhum papi mertua sudah terdeteksi kanker. Pada saat itu beliau terdeteksi stadium 3. Dokter sempat memvonis beliau tak akan bertahan lama. Paling lama 5 tahun.
Tapi, alm. papi mertua ini orang yang ceria dan banyak teman, beliau sama sekali ga kelihatan seperti orang sakit. Beliau masih tetap menjalankan aktifitas seperti biasa, masih berani nyetir mobil sendiri ke luar kota, padahal usianya sudah 60 lebih.
Alm. papi mertua bukan perokok. Menurut anak-anaknya, beliau tak pernah merokok. Padahal, menurut data, penyebab terbesar terjadinya kanker paru adalah merokok. Kenapa rokok bisa menjadi penyebab utama terjadinya kanker paru?
Pada seminar "Sehat Remajaku Sehat Indonesiaku" yang mengundang peserta remaja putih abu-abu di beberapa sekolah menengah di Jakarta bersama guru-gurunya, dijelaskan tentang hal ini. Dr. Dony, dokter internist spesialis paru *cmiiw, menyebutkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali zat-zat berbahaya. Zat-zat berbahaya ini akan terhirup dan masuk ke dalam peredaran darah, bermutasi menjadi sel kanker.
Itu sebabnya, baik perokok aktif, maupun perokok pasif, punya peluang sama untuk terkena kanker paru. Walau, kemungkinannya tetap lebih besar perokok aktif.
Dulu saya sempat bingung, bagaimana alm. papi mertua bisa terkena kanker paru. Sekarang saya baru bisa yakin kalau penyebabnya adalah perokok pasif.
Alm. papi dulunya adalah penulis buku dan pekerja kreatif di bidang penulisan. Seperti umumnya penulis dan seniman, pergaulannya banyak dikelilingi asap rokok. Tambahan pula anak-anaknya perokok. So, walau yang bersangkutan sama sekali ga merokok, tapi karena ia selalu berada di lingkungan yang penuh asap rokok, efeknya jadi sama aja.
Hal ini terbukti pada kasus pak Boni, penyintas kanker paru, yang sangat menyesal kehilangan istrinya, akibat ulahnya, merokok! Sang istri jadi terkena imbasnya, meninggalkan beliau terlebih dahulu, menderita kanker paru, sama dengan yang diderita sang suami.
Bedanya, pak Boni menemukan dirinya menderita kanker di tahap awal, stadium 1. Stadium yang memungkinkan pasien untuk mendapatkan pengobatan yang dapat memutus mata rantai kanker. Pak Boni saat itu dioperasi, sel-sel yang terkena kanker diputus, dipotong! Dengan treatment seperti ini, pak Boni bisa dikatakan terbebas dari kanker paru.
Sayangnya, sang istri yang kurang aware, tak menyadari kanker paru, baru terdeteksi saat sudah stadium 3. Kondisi yang lebih sulit ditangani.
Pelajaran yang saya dapat dari kasus Pak Boni maupun alm. papi mertua saya, bahwa perokok pasif pun berpotensi terkena kanker paru!
So, jika kalian adalah perokok aktif, punya pasangan yang kalian sayangi jiwa raganya, berhenti lah merokok!
Tak ingin mereka menderita kanker paru kan? Kasihani lah mereka yang tak ikut menikmati makanannya, tapi merasakan sampahnya. Huhuhu.
Tapi saat hadir di aula Siwabessy, gedung Prof. Dr. Suyudi Kantor Kementerian Kesehatan itu ternyata juga dipaparkan materi tentang kanker Paru-paru. Lantas saya jadi tertarik untuk membahas dan mengupas masalah kanker paru.
Kanker Paru
Saya ingat banget, dulu, almarhum papi mertua, papi dari mas suami, menderita kanker paru. Saya tak ingat persisnya sejak kapan beliau menderita penyakit ini. Yang pasti, saat saya berkenalan dengan suami, sekitar 20 tahun lalu, almarhum papi mertua sudah terdeteksi kanker. Pada saat itu beliau terdeteksi stadium 3. Dokter sempat memvonis beliau tak akan bertahan lama. Paling lama 5 tahun.
Tapi, alm. papi mertua ini orang yang ceria dan banyak teman, beliau sama sekali ga kelihatan seperti orang sakit. Beliau masih tetap menjalankan aktifitas seperti biasa, masih berani nyetir mobil sendiri ke luar kota, padahal usianya sudah 60 lebih.
Alm. papi mertua bukan perokok. Menurut anak-anaknya, beliau tak pernah merokok. Padahal, menurut data, penyebab terbesar terjadinya kanker paru adalah merokok. Kenapa rokok bisa menjadi penyebab utama terjadinya kanker paru?
Pada seminar "Sehat Remajaku Sehat Indonesiaku" yang mengundang peserta remaja putih abu-abu di beberapa sekolah menengah di Jakarta bersama guru-gurunya, dijelaskan tentang hal ini. Dr. Dony, dokter internist spesialis paru *cmiiw, menyebutkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali zat-zat berbahaya. Zat-zat berbahaya ini akan terhirup dan masuk ke dalam peredaran darah, bermutasi menjadi sel kanker.
Itu sebabnya, baik perokok aktif, maupun perokok pasif, punya peluang sama untuk terkena kanker paru. Walau, kemungkinannya tetap lebih besar perokok aktif.
Dulu saya sempat bingung, bagaimana alm. papi mertua bisa terkena kanker paru. Sekarang saya baru bisa yakin kalau penyebabnya adalah perokok pasif.
Alm. papi dulunya adalah penulis buku dan pekerja kreatif di bidang penulisan. Seperti umumnya penulis dan seniman, pergaulannya banyak dikelilingi asap rokok. Tambahan pula anak-anaknya perokok. So, walau yang bersangkutan sama sekali ga merokok, tapi karena ia selalu berada di lingkungan yang penuh asap rokok, efeknya jadi sama aja.
Hal ini terbukti pada kasus pak Boni, penyintas kanker paru, yang sangat menyesal kehilangan istrinya, akibat ulahnya, merokok! Sang istri jadi terkena imbasnya, meninggalkan beliau terlebih dahulu, menderita kanker paru, sama dengan yang diderita sang suami.
Bedanya, pak Boni menemukan dirinya menderita kanker di tahap awal, stadium 1. Stadium yang memungkinkan pasien untuk mendapatkan pengobatan yang dapat memutus mata rantai kanker. Pak Boni saat itu dioperasi, sel-sel yang terkena kanker diputus, dipotong! Dengan treatment seperti ini, pak Boni bisa dikatakan terbebas dari kanker paru.
Sayangnya, sang istri yang kurang aware, tak menyadari kanker paru, baru terdeteksi saat sudah stadium 3. Kondisi yang lebih sulit ditangani.
Pelajaran yang saya dapat dari kasus Pak Boni maupun alm. papi mertua saya, bahwa perokok pasif pun berpotensi terkena kanker paru!
So, jika kalian adalah perokok aktif, punya pasangan yang kalian sayangi jiwa raganya, berhenti lah merokok!
Tak ingin mereka menderita kanker paru kan? Kasihani lah mereka yang tak ikut menikmati makanannya, tapi merasakan sampahnya. Huhuhu.
Siklus merokok
Lantas kenapa berhenti merokok itu terkesan sulit banget?
Nikotin yang terhirup dari asap rokok masuk ke paru-paru, lalu masuk ke sistem peredaran darah dan naik ke otak. Otak lantas melepaskan hormon Dopamine yang membuat perasaan tenang, nyaman, dan relaks. Ketika kadar nikotin dalam darah berkurang, perokok akan kembali merasa resah dan gelisah sehingga akhirnya kembali menghidupkan asap rokok.
So, tak heran jika rokok jadi menimbulkan kecanduan. Itu sebabnya, para remaja yang hadir hari itu, dihimbau untuk menjauhi rokok dan menjauh dari teman-teman yang perokok!
Nikotin yang terhirup dari asap rokok masuk ke paru-paru, lalu masuk ke sistem peredaran darah dan naik ke otak. Otak lantas melepaskan hormon Dopamine yang membuat perasaan tenang, nyaman, dan relaks. Ketika kadar nikotin dalam darah berkurang, perokok akan kembali merasa resah dan gelisah sehingga akhirnya kembali menghidupkan asap rokok.
So, tak heran jika rokok jadi menimbulkan kecanduan. Itu sebabnya, para remaja yang hadir hari itu, dihimbau untuk menjauhi rokok dan menjauh dari teman-teman yang perokok!
Tidak ada komentar
Komentar anda merupakan apresiasi bagi tulisan saya. Terima kasih sudah berkunjung. Maaf jika komen saya moderasi untuk mencegah pemasangan link hidup dan spam.
Tertarik bekerja sama? Kirim email ke siswadi.maya@gmail.com