Tapi untuk mencapai keluarga seideal itu bukan perkara mudah.
Dulu saya mengira, dengan menikah, selesai urusan. Ternyata ya, ya Allah, perjuangannya luar biasa. Banyaknya "ujian" dalam rumah tangga harus mampu dihadapi jika menginginkan pernikahan yang langgeng.
Kedewasaan dalam berpikir, bersikap, bertindak, benar-benar dibutuhkan dalam hal ini. Ketika rumah tangga sedang dalam masa konflik, mampu kah kedua belah pihak menghadapi dengan tenang?
Baca : Saat Suami Tak Berpenghasilan
Berapa sih usia ideal untuk menikah?
Jika mengacu pada undang-undang pernikahan, ibu Eka Sulistya Ediningsih direktorat Bina Ketahanan Remaja BKKBN, pada acara blogger gathering bersama Blogger Plus Community pada 8 Mei 2018 lalu di Museum Penerangan TMII menyebutkan bahwa wanita sebaiknya menikah di usia minimal 21 tahun, dan pria di usia 25 tahun.
Lha, gimana kalau mau menikah di usia yang lebih muda?
Naini, mba Vera menguatkan pernyataan ibu Edy. Pada usia 20 tahunan, seseorang dianggap sudah matang, mampu bertanggung jawab, mampu mengatasi konflik, dan lebih siap mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangga.
Sebaliknya, jika menikah di bawah usia itu, belum terlalu siap secara biologis, secara psikologis apalagi. Kematangan secara psikologis umumnya baru tercapai di usia 20an saat individu memasuki fase dewasa awal. Sudah banyak diteliti korelasinya. Pengaruh usia dan kematangan psikologis.
Beberapa pernikahan "dini" buntut-buntutnya berujung pada perceraian, rumah tangga yang berantakan, atau ketidakmampuan ibu dalam mendidik anak sehingga menghasilkan anak yang berkualitas kurang baik.
Dulu, hampir saja saya memutuskan menikah muda, di usia 20 tahun, saat masih kuliah. Tapi, pada akhirnya saya menikah saat menginjak usia 25 tahun. Dan kini saya bersyukur.
Seandainya saya jadi menikah di usia 20, mungkin emosi saya masih ga stabil, gampang marah, cepat tersinggung, sulit berpikir panjang, dsb. Hal-hal yang seperti ini bisa memicu konflik rumah tangga nih.
Ternyata, dengan lebih sabar menunggu saja sudah dapat membuat saya lebih dewasa dalam menghadapi masalah rumah tangga. Ketika stabilitas rumah tangga diuji, kehilangan sumber penghasilan, bermasalah dengan mertua, orang tua, setidaknya saya jauh lebih mudah cooling down.
Pada saat-saat bermasalah seperti ini lah baru terasa bahwa cinta saja tak cukup. Indahnya cinta memang melenakan. Tapi tanpa kedewasaan, mustahil akan abadi.
Baca : Bahagia itu Kita Yang Tentukan
Cinta Terencana
So, bagi kalian, adik-adikku yang sedang dimabuk cinta dan sedang berpikir membangun keluarga di usia "dini", coba lah berpikir ulang. Yakin kah kalian akan sanggup menghadapi masalah rumah tangga yang pelik? Silang pendapat dengan mertua, konflik dengan tetangga, suami kehilangan pekerjaan? Ada banyak hal di dunia ini yang akan kalian hadapi.
Jika sanggup, sanggup kah kalian bekerja sama sebagai team, bahu membahu mengatasi masalah? Anak sakit, kontrakan habis, uang minim?
Yuk, buat cinta terencana dalam berkeluarga. Dimabuk cinta sih boleh-boleh aja, tapi tetap kontrol diri. Tetap waras.
Rencanakan berkeluarga pada saat tepat dengan jumlah anak yang juga cukup. Jumlah anak yang ideal menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), adalah cukup 2, dengan jarak kelahiran minimal 3 tahun. Kenapa?
Dengan jumlah anak yang tidak terlalu banyak dan jarak yang cukup, keluarga akan lebih fokus dalam memberikan pendidikan yang terbaik. Keuangan akan jauh lebih stabil dan perhatian pun tak terlalu banyak terbagi.
aku rencana nikah umur antara 24 - 25 hehehe... :D
BalasHapuscinta harus direncanakan, walaupun jatuh cinta bukan sebuah rencana, hehe
BalasHapusDulu waktu belajar people management, kecerdasan emosional menjadi penting buat setiap manusia, pokok nya keren kalau membahas ini hehe
BalasHapusWaktu usia saya 20 memang benar blum stabil banget emosinya,banyak galaunya. Saya pun memutuskan menikah diatas usia 25
BalasHapus