Saya lupa persisnya, kapan mata kuliah ini saya dapatkan. Kalau ga salah sih sekitar semester 3-4 deh.
Psikologi perkembangan adalah salah satu dari beberapa mata kuliah favorit jaman saya kuliah. Sampai berseri lho mata kuliah ini saking materinya cukup banyak. Ada mata kuliah Psikologi Perkembangan 1 dan Psikologi Perkembangan 2 yang diambil pada semester yang berbeda dan harus berurutan. Harus lulus mata kuliah Psikologi Perkembangan 1 dulu baru bisa mengambil mata kuliah Psikologi Perkembangan 2.
Kenapa saya suka mata kuliah Psikologi Perkembangan? Padahal jaman saya kuliah kan masih muda, kinyis-kinyis *ehhh, dan belum menikah.
Justru karena belum menikah itu lah saya jadi merasa mendapat banyak insight dengan mengikuti mata kuliah ini. Melalui mata kuliah ini, saya jadi tahu tahapan-tahapan perkembangan seseorang, mulai dari bayi, pra remaja, remaja, sampai lanjut usia. Masing-masing tahap perkembangan mempunyai tugas perkembangan masing-masing. Masing-masing tahap perkembangan mempunyai masalahnya masing-masing. Hal ini sangat menarik buat saya.
Jika dosen menerangkan dan memberikan contoh-contoh kasus, saya mendadak jadi teringat pola pengasuhan yang diterapkan mama saya saat kami masih kecil-kecil. Tiap kali dosen menerangkan, selalu berhasil mengingatkan saya pada apa yang saya dapat waktu kami kecil-kecil.
Berkat belajar Psikologi Perkembangan, saya jadi punya bayangan, kelak ketika berumah tangga dan memiliki anak, saya akan mengasuh anak-anak seperti apa. Dalam mata kuliah Psikologi Perkembangan sih memang ga ada teori-teori cara mengasuh. Tapi, melalui tugas-tugas perkembangan yang dikemukakan, ciri dan karakteristik masing-masing usia, hingga permasalahan-permasalah yang akan dihadapi pada tahap usia tertentu, bisa membuat saya punya gambaran cara mengasuh yang baik.
Masalahnya, pada saat kuliah, saya hanya belajar tentang teori, tak bisa langsung menerapkan karena memang belum punya anak. Setelah punya anak, apa yang sudah saya dapat berdasarkan teori itu, tak mudah diaplikasikan pada kehidupan nyata. Tetap saja saya masih perlu meraba-raba. Mencocokkan antara teori dengan fakta.
Antara teori dengan realita itu bisa beda banget. Ketika secara realita saya mengalami apa yang tak ada dalam teori, saya tetap aja kelimpungan saat mengasuh anak-anak. Kenapa bisa begitu? Karena tiap individu itu unik. Keunikan ini yang tak selalu bisa tercover oleh teori. Saya tetap musti meraba-raba.
Saya mungkin bisa berpegangan pada teori secara garis besar, tapi pada prakteknya, tak semudah teori. Tetap pada akhirnya harus menyesuaikan dengan kondisi tiap anak.
Saya mungkin bisa berpegangan pada teori secara garis besar, tapi pada prakteknya, tak semudah teori. Tetap pada akhirnya harus menyesuaikan dengan kondisi tiap anak.
Tidak ada komentar
Komentar anda merupakan apresiasi bagi tulisan saya. Terima kasih sudah berkunjung. Maaf jika komen saya moderasi untuk mencegah pemasangan link hidup dan spam.
Tertarik bekerja sama? Kirim email ke siswadi.maya@gmail.com