Bahagia itu, Kita yang Tentukan

Suatu kali, saya menuliskan status di facebook

"Bahagia itu kita yang tentukan. Mau susah atau sedih, kita yang atur. Tergantung mindset"

Yap, insight yang saya dapat setelah mendalami Ilmu Psikologi dan mencermati perilaku manusia, bahagia itu kita yang tentukan.


Kenapa bisa begitu?
Ada orang yang di kala susah, akan merasa sedih luar biasa dan hancur dunia persilatan.
"Huaaa, lagi ga punya duit, handphone rusak, pulsa listrik hampir habis, anak sakit, admin sekolah nagih bayaran, bensin buat jalan kurang. Pusiiing"
Biasanya, yang model begini akan banyak mengeluh, selalu merasa kurang, dan melihat berbagai hal dari sisi negatif.

Tapi ada juga yang ketika dihadapkan pada musibah, dengan entengnya bilang "ah, rejeki ga ke mana" atau "ya udah lah, nanti juga dapat gantinya".

Ketika sedang mendapat fitnah, cuma berguman "mungkin dia lelah, butuh piknik, makanya kelakuannya begitu".

Bolak balik telpon seseorang, tapi tak diangkat

Si negatif bergumam "
ah dia ga mau terima telpon saya nih, mungkin dia benci saya" 
atau
"mungkin dia marah sama saya ya?"

Tapi di sisi lain, jika sedikit saja mindset diubah, bisa jadi responnya akan seperti ini
"mungkin dia lagi mandi"
"ahh mungkin dia sedang sholat"
"Hmmm sepertinya dia masih tidur"
"Ohh mungkin sedang meeting"
"Tampaknya dia sedang sakit atau handphonenya rusak, nanti coba telpon lagi deh"

Tak banyak orang yang mampu tetap berpikir positif dan bahagia kala sedang dilanda masalah.

Padahal, kalau kita bisa mengubah sedikit saja mindset, bahagia bisa didapat.

"Ahh, kog begini amat ya hidup, kapan saya bisa bahagia" coba ubah jadi "ahhh, Allah maha baik sama saya, dikasih ujian biar naik kelas. Moga-moga setelah naik kelas, dapat hadiah yang berlimpah".

Lebih enak mana, cara berpikir yang pertama dengan yang kedua?

Bukan sekali dua kali saya dilanda badai. Mulai dari suami yang jobless, uang sekolah belum terbayar, hingga uang tersisa tinggal 2 ribu sementara stok bahan makanan di kulkas hampir kosong, beras hampir habis, dan alarm listrik terus berbunyi! Arrgghhh.

Pernah mengalami suami sedang tak ada pekerjaan dan bingung mencari biaya untuk menyambung hidup? Saya? Pernah.

Apakah saya sedih?

Bohong dong ya kalau saya ga sedih. Bohong kalau saya ga galau. Tapi kembali lagi, bagaimana mengelola kesedihan agar tak berlarut-larut dan mengubahnya menjadi energi positif?

Kalau lagi marah atau kesel sama anak atau suami, saya memilih melipir, menyibukkan diri di dapur, entah nyuci piring, nyuci baju, atau ngosrek kamar mandi. Ngosrek kamar mandinya lebih kenceng, sambil ngomel-ngomel sendiri kadang-kadang, atau nangis. Pokoknya dikeluarin semua emosinya sampai tenang.

Saya paling takut marah sama suami, soalnya beliau kadang jadi ikut kebawa emosi dan bisa panjang urusannya. Saya memilih marah ama cucian ajah *ehh. Hahaha, dengan menyibukkan diri, kerjaan selesai, emosi tersalurkan, dampaknya lebih minim. Kalau masih belum reda, ya dibawa sholat atau tidur. Itu semua saya lakukan supaya tetap bisa waras dan berpikir positif.

Saya sama suami emang agak berbeda dalam pola pikir, saya cenderung melihat masalah dari sisi positif, sementara suami cenderung berpikir dari sisi negatif. Segala saudara aja dicurigai menjauhi dirinya, mengucilkannya hanya karena mereka hampir ga pernah mampir ke rumah. Sementara saya mikirnya, mereka mungkin bisa aja sibuk kan?

Suatu kali suami cerita tentang film Spongebob

"Spongebob ini polos, lugu atau boddoh ya"
"emang kenapa?"
"tadi kan ceritanya dia lagi jalan, trus disorakin orang-orang, mereka kan sebenarnya pada ngeledekin. Tapi Spongebob malah mikir kalau mereka itu justru fans yang begitu mencintai dan mengelu-elukannya"
"nah, justru itu menggambarkan bagaimana cara orang-orang kita berpikir. Kalau orang yang biasa berpikir negatif, ya gitu, mikirnya ih, dia ngeledekin saya ya, ga suka sama saya ya, njelek-njelekin saya, benci sama saya. Tapi, orang yang terbiasa berpikir positif, ya kayak Spongebob itu, bisa berpikir sangat positif bahkan pada kondisi buruk sekali pun"

3 komentar

  1. Suami istri emang harus berbeda pandangan karena harus ada yang nge gas dan ada yang nge rem bu... hahaha....

    BalasHapus
  2. hihii.. mirip ini mba. Suami sy juga cenderung negatif/ pesimis. Bahayanya sifat sy yg dulu optimis mulai terkikis 😑

    BalasHapus
  3. Hahahah spongebob mah pedenya tinggi. Nah gitu aja kali ya, kalau kita diomong orang ya balasalah dengan perbuatan baik

    BalasHapus

Komentar anda merupakan apresiasi bagi tulisan saya. Terima kasih sudah berkunjung. Maaf jika komen saya moderasi untuk mencegah pemasangan link hidup dan spam.

Tertarik bekerja sama? Kirim email ke siswadi.maya@gmail.com