Ketika toko-toko offline satu per satu bertumbangan karena sepinya pembeli yang datang. Ketika media cetak satu per satu gulung tikar, tergantikan posisi oleh media online yang sudah lebih dulu eksis. Ketika berbagai peluang dan jenis pekerjaan baru di bidang digital pun bermunculan. Mulai Social media specialist sampai YouTuber.
Hampir semua lini kehidupan kini sudah bergerak ke arah digital. So, salah kah jika anak-anak "jaman now" kita cap sebagai generasi yang "digital minded"?
Ohooo, coba deh kembalikan ke diri sendiri. Benar kah anak-anak yang lahir di era 10-20 tahun ini dianggap kecanduan? Hmm, apakah bapak ibunya sendiri bisa lepas dari gadgetnya?
Kalau orang tua saja sudah susah lepas dari gadgetnya, jangan harap anak juga bisa lepas dengan mudah. Anak adalah cerminan orang tua.
Talkshow Gadget 101
Pada Rabu, 23 November 2017 lalu, bertempat di Giant CBD Bintaro, saya dan beberapa teman blogger berkesempatan menghadiri Talkshow yang sangat menarik bersama Elizabeth Santosa, psi atau akrab disapa Lizzy.
Sebagai pembuka acara, Pak Tony Mampuk selaku GM affair Hero Group memberikan kata sambutan.
![]() |
Tony Mampuk, GM Affair Hero Group |
"Pada era digital ini, ga bisa dipungkiri kalau kita butuh gadget. Tapi bagaimana menggunakan gadget secara baik sehingga tidak sampai kecanduan, itu yang perlu kita tahu. Itu sebabnya kami undang ibu Lizzy untuk membahas ini".
Ketika tiba giliran mba Lizzy, psikolog keluarga yang juga sekjen Komisi Perlindungan anak ini, para peserta tampak begitu antusias ingin segera mendapat pencerahan.
Generasi Instan
Mba Lizzy memaparkan, bukan salah anak kalau mereka kini adalah generasi instan, ingin serba cepat. Hal ini karena orang tua, lingkungan di sekitar mereka pun menuntut hal semacam itu.
Anak secara tidak langsung dibuat tidak cinta proses. Pengen pesen makanan, daripada masak, pesen aja ah. Daripada bikin gudeg atau rendang yang ribet, makan makanan instan aja ahhh. Lha kalau orang tua dan lingkungan begitu, ga heran kan kalau anaknya juga suka yang serba instan? Ok, saya ketampar tahap 1 *ehh.
So, ajarkan anak untuk mencintai proses. Orang tua perlu menunjukkan bagaimana berproses. Orang tua juga harus bersabar ketika anak sedang belajar berproses. Biarkan mereka melalui proses.
Agar Anak Tak Kecanduan Gadget
Mba Lizzy bilang, anak sekarang ga bisa juga kita jauhkan sama sekali dari gadget, karena memang sudah eranya.Masalahnya, bagaimana Mencegah Anak dari Kecanduan Gadget?
Ada beberapa hal lho yang bisa dilakukan orang tua untuk Mencegah Anak dari Kecanduan Gadget
1. Berikan Banyak Kegiatan Offline
Kebanyakan anak-anak yang sampai kecanduan gadget itu mengeluh kalau hidup mereka terasa membosankan "trus aku ngapain?". Live is so boring cerita mba Lizzy tentang anak-anak ini.
Agar mereka tidak merasa dunia begitu membosankan tanpa gadgetnya, berikan anak-anak banyak aktifitas offline. Ajak mereka ke luar ruangan. Tunjukkan pada mereka betapa indahnya dunia.
Saya jadi ingat, biasa menerapkan ini ke anak-anak. Kalau mereka sudah terlihat bosan, saya ajak main kartu, ular tangga, monopoli, dsb. Atau saya sodorkan buku gambar dan pensil warna. Tak hanya Falda yang masih SD, Ferdi yang sudah SMP pun suka dengan aktifitas menggambar.
Kadang-kadang sengaja saya pancing juga sih "Fer, buatin bunda gambar donk". Ferdi dan Falda masih mudah deh dipancing dengan kertas dan gambar, sementara Faldi yang sudah SMA, beda lagi treatmentnya.
"Kakak, kayaknya kalau kita bikin nasi goreng, enak kali ya"
"Nah iya tuh bund"
"Ya udah, kakak aja yang buat ya, nasi goreng kakak lebih enak daripada nasi goreng bunda"
Dan nasi goreng pedas ala Faldi pun terhidang, kami pun asyik makan bersama sambil ngobrol ngalor ngidul tentang sekolah dan teman-temannya. Faldi memang doyan makan. Salah satu yang bisa menarik minatnya untuk bergerak ya diajak "bergaul" dengan makanan.
"Orang tua harus menciptakan suasana yang menyenangkan, jangan biarkan mereka bosan dan akhirnya asyik dengan gadgetnya" papar mba Lizzy lebih lanjut
2. Dorong bergaul secara offline
Mba Lizzy bercerita, beberapa pasiennya berdalih kalau mereka sedang bersosialisasi. Hadeuh, kids jaman now ya, sosialisasi pun via gadget. So, memang demikian sih gaya sosialisasi anak jaman sekarang.
Nah, untuk mencegah anak dari Kecanduan Gadget, sebisa mungkin kenalkan bagaimana asyiknya berinteraksi secara langsung.
Anak-anak perlu merasakan asyiknya berinteraksi langsung, ketimbang online. Mereka perlu dikenalkan
pergaulan offline. Main sama tetangga, main sama teman sekolah, dsb.
3. Beri Batasan
Walaupun gadget diperlukan, harusnya tetap ada batasan, kapan mereka musti stop, dan kapan mereka boleh pegang selama beberapa saat. Sebaiknya hal ini dibuat kesepakatan dengan menetapkan konsekwensi jika melanggar. Buat lah aturan, do and don't, syarat dan ketentuan.
Misalnya, maksimal mereka cuma boleh pegang gadget 2 jam aja sehari, dengan syarat, semua kewajiban dan tugas-tugas mereka sudah beres.
Beri mereka batasan, saat kapan boleh pegang gadget, saat kapan ga boleh sama sekali. Misalnya saat makan. Saat kumpul keluarga, teman, dsb. Buat aturan dan be konsisten!
4. Konsisten
Aturan sudah dibuat, kesepakatan sudah didapat, mari konsisten. Ini kunci utamanya. Orang tua ga boleh berubah-ubah aturan. Pun aturan ini harusnya berlaku sama, baik ayah, ibu, nenek, kakek, harus lah menerapkan aturan dan kesepakatan yang sama.
Kalau sedikit saja anak melihat ada ketidakkonsistenan, ya sudah, alamat mereka akan memanfaatkan "celah" tersebut untuk mencari "keuntungan", right?
Misalnya nih, ketika ada mama, aturannya cuma boleh main 2 jam sehari, tapi sama ayahnya ga pernah diutak atik. So, ketika ada mama, si anak manis, begitu mama ga ada, bebaaas. Nah!
5. Beri Contoh
Nah, ini yang penting. Percuma anak diminta puasa gadget kalau orang tuanya saja sudah susah berpisah dari benda yang satu itu. Orang tua dulu nih yang perlu disapih dari gadgetnya ;).
Bagaimana Kalau Anak Sudah Kecanduan Gadget?
Sebenarnya, tanda kalau sudah Kecanduan gadget adalah kalau anak tak bisa lepas dari gadget ya, berubah perilakunya, dari mulai gampang marah dan lebih sensitif kalau dijauhkan dari benda tersebut.Kalau sudah kecanduan, orang tua harus bertindak. "Ambil gadgetnya", kata mba Lizzy. Biasanya anak akan marah, uring-uringan, gelisah, dsb.
Hal ini wajar. Menurut mba Lizzy, sama seperti orang dewasa, kalau keluar dari zona nyamannya, pasti jadi merasa ga nyaman. Tapi jangan khawatir, manusia itu makhluk adaptif. Pada awal-awal treatment mungkin masih uring-uringan. Tapi jika orang tua konsisten dan persistent, yakin deh, lama-lama anak akan mulai terbiasa. Kuncinya orang tua harus konsisten dan tidak mudah luluh karena rengekan anak. Ciptakan kegiatan menarik untuknya.
Oh ya, ada satu hal yang menggelitik saya ketika mba Lizzy bertanya
Kapan Anak Dikenalkan pada Gadget?
Nah ini, jawaban peserta yang kebanyakan para orang tua yang anaknya peserta lomba, beragam banget. Ada yang bilang setelah remaja, 10 tahun, 13 tahun, dsb.Lantas yang benar usia berapa?
Sejak Dini!
Nah lho, Saya langsung donk tertohok, saya termasuk yang baru-baru ini memgenalkan gadget pada anak-anak.
Ternyata, yang dimaksud mba Lizzy beda dengan yang dipikirkan para orang tua.
"Saya kan cuma tanya, kapan sebaiknya anak-anak dikenalkan gadget? Bukan sosial media"
Ahahaha, salah persepsi deh ah.
Kalau mengenalkan gadget memang sebaiknya sejak dini sih ya di usia 1-2 tahun pun it's ok kalau cuma untuk mengenalkan. Kan ga mungkin juga mensterilkan lingkungan anak-anak, sementara di sekelilingnya sudah serba digital. Kasihan juga nanti anaknya jadi kuper, ketinggalan jaman dan malah jadi minder sama teman-temannya.
Mengenalkan thok lho ya, kenalkan pada hal-hal positif tentang gadget, misalnya DIY, atau berbagai hal lainnya. Gadget hanya digunakan sebagai salah satu sarana yang bisa membantu memudahkan hidup.
Tapi ingat, mengenalkan gadget, bukan memberikan gadget! Jangan memberikan gadget untuk menggantikan posisi orang tua! Misalnya, untuk menghibur anak, kasih gadget aja ahh yang gampang. Oh no, big no no..nanti anak akan menganggap bahwa hanya gadget satu-satunya teman yang mampu menghibur dan mengusir galau.
Nah lho!
Kapan Anak Boleh Bersosial Media?
Nah, untuk urusan sosial media, sebaiknya anak-anak tetap tidak boleh bersosial media sebelum usianya 13 tahun.Kenapa?
Karna sebelum usianya itu anak masih harus belajar mengembangkan kemampuan untuk berbuat baik, mengasah insting mana orang yang baik dan buruk, mana perilaku baik dan buruk, dsb.
Pengumuman Faunatic Drawing Competition
Pada pagi itu, sekalian juga dilakukan pengumuman 10 besar Faunatic Drawing Competition yang sudah diadakan sebelumnya. Sayang eiuy, saya ga tahu ada info lomba gambar ini.Lomba menggambar dengan tema hewan ini diikuti oleh lebih dari 300an siswa dari berbagai wilayah.
Menurut Pak Tony, lomba menggambar ini merupakan salah satu upaya Hero Group untuk membantu memfasilitasi anak-anak agar punya kegiatan positif dalam mengisi waktu. Wah, anak-anak bisa lupa ama gadgetnya donk, ga ketergantungan lagi.
Nah, yang keren, hasil karya anak-anak ini kabarnya juga akan digunakan dalam berbagai produk kreatif dari Hero Group. Salah satunya sebagai ilustrasi pada tas belanja. Yeeaaay. Keren yaaa.
Duuh, mudah-mudahan Falda & Ferdi bisa ikut lomba gambar ini kalau diadakan lagi ya.
Anak saya setiap hari main gadget, tetapi dia tahu sendiri batasnnya. Asiknya kami masih tinggal di kampung, jadi dia punya teman yang banyak dan bisa bermain sama teman sebayanya.
BalasHapusalhamdulilah....aku selalu kasih batasan k anak2 dlm memakai gadjet nya
BalasHapusSaya juga membatasi anak saya menggunakan gatget. Bahkan dia belum saya izinkan punya media sosial.Walaupun dia suka mengitip-intip Instagram saya
BalasHapusBuah jatuh tak jauh dari pohonnya. Iya yah...salah kita jg yg ndidik mereka jadi generasi instan. Sarapan ajah dikasih mi instan. Hiks
BalasHapusanakku klau memng dibatasi bngt pakai gadgetnya. Kalau lg di rmh, aku jg jarang pegang hp. Talkshownya berguna bnget ya mbak. Thanks for sharing.
BalasHapusMakanya ini anak2 sebelum kecanduan saya bagtasin bener2 mbak Maya.
BalasHapusSaya termasuk tegaan meski anaknya nagis2 gak saya kasi heuheuheu :P