Pro-Kontra Imunisasi, Perdebatan Tiada Henti

Pemerintah terus menggencarkan gerakan imunisasi nasional. Agar semua anak mendapat perlindungan dan terhindar dari berbagai penyakit yang berpotesi menjadi wabah. Setidaknya, di sebuah desa, 80% lebih anak-anak haruslah sudah diimunisasi, agar terbentuk Herd Imunity, alias kekebalan kelompok.

Hal ini disampaikan oleh dr. Prima Josephine, MKM, kasubdit Imunisasi Kementerian Kesehatan kepada kami para blogger saat diadakan Temu Blogger di hotel Parklane, Casablanca, Jakarta, pada 27 April 2017 lalu

Seminar Imunisasi oleh Kementerian Kesehatan
Seminar Imunisasi oleh Kementerian Kesehatan

Jika 80% lebih anak di suatu wilayah telah diimunisasi, maka terbentuk lah kekebalan kelompok. Anak-anak yang belum diimunisasi tak akan ikut tertular berkat anak-anak sehat yang telah diimunisasi. Anak-anak sehat yang sudah diimunisasi ini lah yang menjadi barrier, atau penjaganya. Mereka secara tidak langsung mencegah terjangkitnya wabah di suatu wilayah. Contoh keberhasilan ini dapat dilihat pada kasus Polio. Sejak tahun 2006, Indonesia sudah berhasil bebas Polio.

Sayangnya, masalah klasik imunisasi masih banyak terjadi. Anak Indonesia banyak yang tidak mendapatkan imunisasi. Indonesia tercatat sebagai negara ketiga yang rendah cakupan imunisasinya.

Masih banyak orang tua yang tidak memberikan imunisasi dengan berbagai alasan, mulai anak yang sedang sakit, lokasi pemberian imunisasi yang jauh, sampai orang tua yang sibuk dan tak sempat mengantar ke fasilitas kesehatan terdekat. Huhuhu, sedih yaa. Padahal ada aplikasi PRIMA dari IDAI yang dapat membantu mengingatkan jadwal imunisasi.

baca : Pantau tumbuh kembang anak dengan aplikasi PRIMA

Padahal pemerintah sudah berupaya sedemikian rupa agar imunisasi terjangkau. Mulai dari penyediaan vaksin gratis lebih banyak, penyediaan layanan imunisasi hingga ke posyandu, memudahkan pendistribusian vaksin, maupun menyediakan lebih banyak cold chain (sarana penyimpanan vaksin) agar bisa menjangkau wilayah pelosok.

Kurang apa coba?

Anak-anak saya termasuk yang merasakan fasilitas gratis dari pemerintah ini. Melalui pemeriksaan rutin di posyandu, saya ga perlu pusing-pusing mengingat jadwal imunisasi. Begitu bulan berjalan, ibu bidan atau perawat yang bertugas mendampingi di posyandu akan memberikan imunisasi yang sesuai usia dan jadwal.

Tapi ya itulah, selalu ada saja kelompok-kelompok yang kontra terhadap vaksin. Kaum anti vaks ini gerakannya sangat meresahkan. Mereka begitu gencarnya menyuarakan hal-hal kontra tentang vaksin. Saya punya teman yang masuk kaum anti vaks. Duuh, kalau udah ketemu ybs, selalu gencar membeberkan banyak hal kontra tentang vaksin. Bahkan ybs begitu gencar mengadakan berbagai seminar tentang ini.

Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, spAk, Msi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, IDAI, membeberkan beberapa fakta tentang kaum anti vaks luar. Ternyata, para anti vaks ini justru bukan ahli vaksin, mereka datang dari latar belakang wartawan, homeopati, psikolog, dsb. Ga ada hubungannya dengan vaksin. Tapi anehnya, pengikutnya banyak. Mungkin teman saya salah satu penganut mereka. Salah satu anti vaks yang akhirnya dipenjarakan adalah dr. Wakefield yang terbukti memalsukan data pasien demi memaparkan bukti-bukti efek vaksin.

Pernah dengar isyu, vaksin MMR yang diduga menjadi penyebab Autis? Atau isyu vaksin yang mengandung Thimerosal atau merkuri dan berbahaya bagi anak? Isyu-isyu ini lah yang gencar disuarakan para anti vaks. Padahal, faktanya, tak ada bukti jelas tentang hal tersebut. Fakta yang diungkap dr. Wakefield dan beberapa kaum anti vaks ternyata palsu.

Dari sisi agama, para anti vaks ini menyerang halal haramnya vaksin. Mereka mempermasalahkan kandungan enzym babi yang ada pada salah satu vaksin. Padahal, menurut  Prof dr. Soedjatmiko, vaksin yang beredar di Indonesia sebagian besar merupakan buatan PT. Biofarma. Perusahaan farmasi Indonesia yang selalu diawasi oleh MUI. Produk vaksin dari Biofarma ini sudah diekspor juga ke 132 negara, 40 negara di antaranya adalah negara muslim. Apakah negara-negara muslim ini tidak memikirkan halal haramnya vaksin?

Untung lah, hari itu dihadirkan ustad KH. Anwari Faishol dari MUI yang menjelaskan hukum vaksin.

Ustad Faishol bercerita, dalam proses pembuatan salah satu vaksin (meningitis), memang menggunakan enzym babi sebagai salah satu sarana pembuatnya. Tapi, enzym ini sudah disucikan berkali-kali, difiltrasi beberapa kali hingga aman bagi muslim.

Bukan tanpa sebab enzym ini akhirnya digunakan, karena hanya enzym ini yang mampu memecah protein yang dibutuhkan sebagai makanan bagi bakteri yang menjadi komponen vaksin *cmiiw. Para ilmuwan vaksin berkali-kali mencoba memproduksi dengan bahan lain, tapi tetap tidak berhasil.

Lebih lanjut pak ustad membahas hukumnya
"Jika tidak ada bahan halal yang bisa digunakan sebagai pembuat vaksin, sudah diganti bahan lain tapi gagal, maka bahan tersebut menjadi halal. Mengingat fungsinya yang dapat mencegah penyakit. Dalam Islam, mencegah kerusakan itu hukumnya wajib. Termasuk mencegah penyakit yang berpotensi menyebabkan kerusakan/wabah"

So, teman-teman, tak ada alasan lagi untuk tidak memberikan imunisasi kepada anak. Imunisasi adalah hak anak. Berikan hak mereka, berikan mereka perlindungan! Setuju?

Jika tidak memberikan imunisasi, orang tua bukan saja mendzolimi anak sendiri, tapi juga mendzolimi anak lain. Anak sakit yang tidak diimunisasi akan dapat menulari anak-anak lainnya.

Yuuk, sadarkan tetangga, saudara, siapa pun. Makin banyak yang mendapat imunisasi, makin terbentuk kekebalan kelompok.
Ilustrasibagaimana imunisasi bekerja, sumber foto : pbs.org

10 komentar

  1. Alhamdulillah saladin sudah dapat imunisasi wajib

    BalasHapus
  2. Sebelum ada sosialisasi imunisasi warga kampung di tempat saya agak susah bawa anak untuk imunisasi ke posyandu. Repot lah, ini itu lah, banyak alasan.

    Kini setelah tahu pentingnya imunisasi sudah mulai banyak ibu2 yg bawa balitanya utk imunisasi. Sosialisasi itu emang penting dan terbukti mujarab :)

    BalasHapus
  3. Iya emang pro kontra imunisasi ini bikin bingung ortu-ortu muda, makanya perlu sosialisasi agar mengetahui pentingnya imunisasi dan klarifikasi hal-hal negatif yang sering disampaikan para anti vaks.

    BalasHapus
  4. Saya dulu juga sempat berdebat dengan kehalalan vaksin dan saya dulu juga termasuk yang kontra dengan vaksin. Semua itu disebabkan karena pengetahuan saya yang dangkal dan kefanatikan yang berlebihan.
    Tapi saya kini sadar bahwa vaksin itu perlu.
    Dulu saya juga punya kecurigaan, vaksin adalah cara untuk memandulkan generasi atau menyebarkan penyakit mematikan.

    BalasHapus
  5. Waduh..sy termasuk yg anti vaksin nih..
    Namun sy g koar2 di medsos atau blog, sy terapkan sj utk keluarga tnp mengajak yg lain krn pemahaman org beda2 dan pastinya yg pro maupun kontra sama2 siap dg konsekuensi masing2. Jadi tdk perlu saling menghujat. Itu murni selera pribadi dg alasan yg sama2 hrs dihargai. Tdk ada paksaan utk pro ataupun kontra.

    BalasHapus
  6. edukasi kayak gini emang perlu banget mbaaa
    supaya semua emak semakin mantab buat mengimunisasi anak2nya

    thanks for sharing ya mbaaa
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    BalasHapus
  7. imunisasi wajib sudah dilakukan ke arfa, tapi imunisasi tak wajib blm nih. Emang harus ada kesadaran dari keluarga besar untuk anak2 yang tidak divaksin, jangan gak peduli juga

    BalasHapus
  8. Hehe, jd inget Ranu blm lengkap imunisasinyaa

    BalasHapus
  9. Nah, ini infi yg bermanfaat banget mak.
    Secara masih newbie jadi masih haus referensi ttg beginian. Awal mula lgsg kena doktrin ttg 'ngapain imunisasi'tapi temen sendiri yg juga dokter menganjurkan banget. Makasih penjelasannya, sangat mencerahkan.

    BalasHapus
  10. so far aku setuju aja dengan imunisasi buat pencegahan dari macem-macem penyakit

    BalasHapus

Komentar anda merupakan apresiasi bagi tulisan saya. Terima kasih sudah berkunjung. Maaf jika komen saya moderasi untuk mencegah pemasangan link hidup dan spam.

Tertarik bekerja sama? Kirim email ke siswadi.maya@gmail.com